Followers

Google
 

Eropa Juga Percaya Klenik, Permintaan Batu Obsidian Tinggi

Friday, May 1, 2009

Pengrajin batu mulia lokal belum banyak yang melirik kerajinan batu obsidian. Pasalnya, batu hasil percepatan pendinginan lahar gunung berapi ini sering disetarakan dengan kaca biasa.

Padahal, peluang ekspornya tinggi, terutama ke Eropa. Menurut Agung Yudyasmara, pemilik workshop kerajinan batu obsidian di Lombok, sebagian orang Eropa yang masih percaya klenik, meminati batu obsidian. "Di Prancis, Italia, dan Belanda batu ini dipercaya jadi salah satu jimat pengusir roh jahat yang harus ada di tiap rumah," ujarnya.

Tak heran, pasar terbesar kerajinan batu obsidian ialah kawasan Eropa. Bahkan, bisnis ekspor batu obsidian ke kawasan tersebut tak terpengaruh krisis. "Walau permintaan Eropa untuk kerajinan lain turun, tapi minat mereka terhadap batu obsidian tetap tinggi," ajar Agung.

Hingga kini, perajin batu obsidian masih fokus menggarap pasar Eropa. Mereka belum mampu menembus pasar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, AS belum menerima 16 jenis warna obsidian Indonesia. Pasar AS, saat ini cuma mau menerima obsidian warna hitam saja. "Karena sering dikira kaca biasa, mereka tak mau beli," keluh Agung.

Agung terjun ke dunia kerajinan batu obsidian sejak 2003 di bawah bendera CV Buana Lima. Dia menawarkan aneka produk batu obsidian. Misal bentuk mini aneka hewan, asbak, perhiasan, sampai batu obsidian yang hanya dipoles karena bentuknya sudah unik.

Agung menjual produknya dengan harga Rp 50.000 sampai Rp 300.000 per unit. Padahal harga batu mentahnya, yakni batu obsidian bongkahan dari pengepul di Jawa hanya Rp 5.000 per kilogram. "Harga batu obsidian itu naik 900 persen setelah dibentuk," ujar pemuda 32 tahun ini.

Lantaran warna batu obsidian tak pernah sama, Agung selalu menyediakan stok bahan baku. Sekali pesan, Agung bisa membeli sampai satu ton. "Kalau ada warna yang unik, saya langsung main borong biar perajin lain nggak ada yang punya," katanya.

Agung memanfaatkan internet untuk menjual produknya. Tak disangka, sambutan pasar Eropa meriah. Tiap bulan, dia bisa mengirim dua boks aneka macam produk ke Belanda, Italia, dan Prancis. "Nilainya Rp 10 juta sampai Rp 16 juta sekali kirim," ujarnya. Saat ini, meski krisis, penjualannya ke Eropa relatif stabil.

Agung juga pernah mengirim dua ton batu obsidian poles natural ke Jepang senilai Rp 60 juta. Tak hanya Agung, perusahaan penjual kerajinan PT Habbamas belakangan juga menggeluti bisnis ini. Sejak lima bulan lalu, perusahaan yang sudah berusia tiga tahun ini membuka unit usaha kerajinan batu obsidian.

Habbamas masuk ke bisnis batu obsidian ini lantaran peminat dari Jepang dan Eropa begitu banyak. "Orang sana sudah bisa membedakan mana yang kaca dan mana yang obsidian. Karena dari massa beratnya saja sudah kelihatan beranya," ujar Sekretaris Perusahaan PT Habbamas Bersama Ricka Noviyant.

Untuk urusan bahan baku, Habbamas menggandeng pemasok tetap di Jambi. Perusahaan ini membeli sekitar lima ton bahan baku batu obsidian per bulan.

Produk buatan Habbamas antara lain replika hewan mini, tugu monas, sampai patung abstrak dan obdisian poles natural. Harganya Rp 28.000 sampan Rp 500.000 per unit.

Sayang, Ricka enggan menyebut omzet perusahaannya. "Yang bisa kami bilang, pasar produk ini sangat bagus ke depan," ucapnya. Dia mencontohkan, saat pameran Inacraft pekan lalu di Jakarta, beberapa ratus produk batu obsidian mereka ludes terjual.

(Aprillia Ika/Kontan)

0 comments: