Followers

Google
 

Mengintip Manisnya Bisnis Donat Ubi

Sunday, February 27, 2011

Selain kentang, kini ubi juga bisa menjadi campuran bahan baku pembuatan donat. Potensi bisnisnya masih besar karena ubi yang mempunyai rasa manis alami cocok untuk penderita diabetes. Pemain usaha ini juga masih sedikit.

Ubi (Ipomoea batatas) sering diolah menjadi makanan kecil atau camilan. Tak hanya disajikan dalam bentuk gorengan, kini ubi juga bisa menjadi bahan baku donat layaknya kentang.

Sebagai bahan baku donat, ubi mempunyai tekstur lebih lembut. Tak heran, donat yang terbuat dari ubi kini banyak peminatnya. "Kini ubi bisa menjadi alternatif bahan baku donat," ucap Halim Wibowo, pemilik Oishii Donut, pembuat kue yang tengahnya bolong itu dengan memakai ubi.

Produsen donat asal Surabaya, Jawa Timur, ini bahkan mengklaim sebagai pembuat donat pertama berbahan ubi. "Kami menemukan ubi sebagai alternatif bahan baku donat," ujar Halim. Selain di Surabaya, pembuatan donat ubi juga berkembang di Cimahi, Jawa Barat. Satu pemainnya, Donat Ubi Doni.

Bukan cuma menjadi camilan yang hangat di mulut dan mengenyangkan perut, ubi juga memiliki manfaat yang bagus untuk kesehatan. Selain kaya akan serat, Halim mengatakan, donat ubi memiliki kandungan beta karoten, vitamin A, dan antioksidan yang menangkal radikal bebas.

Tak ketinggalan, Halim pun berpromosi donat buatannya kaya akan kandungan serat larut yang berguna untuk mengikat kolesterol dalam darah. Selain itu, ada juga kandungan oligosakarida yang berfungsi sebagai prebiotik dan kandungan vitamin A, B6, E, serta K.

Berbeda dengan donat kentang, pembuatan donat ubi memiliki beberapa keunikan, seperti tekstur dan warna. Tekstur donat berbahan dasar ubi lebih lembut dari donat kentang. "Warna yang dihasilkan juga lebih beragam tergantung pada jenis ubi yang dipakai," tutur Dian Firdaus, pemilik Donut Ubi Doni.

Aroma donat ubi pun lebih khas. Bahan baku ubi juga memberikan rasa manis alami. "Rasanya tak terlalu manis sehingga penikmatnya tak cepat enek," tutur Halim.

Seperti donat kentang, dalam proses produksi donat ubi, para produsen juga masih menggunakan tepung terigu. "Untuk membuat 1 kilogram bahan donat, biasanya digunakan 200 gram ubi dan 800 gram tepung terigu," ujar Dian. Ubi yang dipakai bisa ubi yang dagingnya berwarna ungu dan kuning.

Dalam satu kali proses produksi donat donat ubi, Donat Ubi Doni bisa membuat hingga 200 donat. Mereka membanderol harga donatnya antara Rp 2.500 hingga Rp 5.000 per buah.

Harga ini tergantung pada ukuran dan jenis topping-nya. Contohnya, harga donat dengan topping gula halus hanya dipatok Rp 2.500. Adapun harga donat berbalut cokelat Rp 3.500 dan donat bertabur keju Rp 4.000.

Dian juga menjual donat berisi selai dengan harga Rp 5.000 per buah. Selain di Cimahi, Dian juga sudah memasarkan donat ubi di Bandung dan Jakarta. "Banyak juga teman saya di luar kota yang memesannya," tutur Dian.

Meski skala usahanya masih mungil, dalam sebulan Dian bisa mengumpulkan omzet hingga Rp 15 juta. Adapun Halim, yang hanya menjual donatnya di Surabaya, bisa meraup omzet antara Rp 10 juta sampai Rp 12 juta.

Halim juga menjamin donatnya bisa bertahan hingga 36 jam. Melihat potensi pasar donat ubi yang besar, ia pun berniat membuat cabang baru. (Mona Tobing, Handoyo/Kontan)
Selengkapnya...

Gatot Kaca Tembus Dunia

Friday, February 25, 2011

Wayang sudah mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Tak cuma berukuran standar, wayang kulit dan golek juga hadir dalam bentuk mini. Selain dalam negeri, peminatnya juga datang dari luar negeri. Perajin pun mendulang penghasilan besar.

Gatot Kaca dengan otot kawat dan tulang besi menjadi tokoh populer dalam dunia pewayangan. Begitu juga dengan Pandawa, seperti Bima dan Arjuna. Pertunjukan wayang kulit dan golek sering mengangkat epos tentang mereka.

Popularitas Gatot Kaca dan tokoh-tokoh dalam dunia wayang membuat suvenir wayang kulit dan golek banyak diminati orang, termasuk wayang yang berbentuk mini. Tak hanya pencinta pertunjukan wayang saja, melainkan juga orang kebanyakan.

Kehadiran wayang mini merupakan salah satu cara untuk makin mengenalkan budaya asli Indonesia, terutama Jawa dan Sunda, ini hingga mancanegara. Sebab, miniatur wayang juga bisa menjadi hiasan untuk mempercantik ruangan Anda.

Dengan miniatur wayang, "Saya ingin wayang lebih dikenal masyarakat, tidak hanya saat pergelaran berlangsung," kata Muadz Hadsi, perajin miniatur wayang golek di Bandung, Jawa Barat.

Muadz membuat miniatur wayang golek sejak 10 tahun lalu dengan bermacam tokoh, seperti Arjuna, Bima, Gatot Kaca, Rama, dan Shinta. Meski bentuknya mini, ia tetap menghadirkan karakter tokoh wayang yang sama dengan wayang ukuran standar yang biasa dipakai dalam pertunjukan. Mulai dari pahatan wajah hingga pakaian.

Tak hanya itu, Muadz juga menggunakan kayu-kayu pilihan sebagai bahan baku utama wayang golek mininya. Proses pewarnaannya pun tak main-main. "Dengan pewarnaan semprot, wayang kelihatan lebih alami dan bagus," ujarnya.

Dengan kualitas jempol yang ditawarkan Muadz, tak heran miniatur wayang golek buatannya tak hanya disukai pasar lokal saja, melainkan juga pasar luar negeri. Setiap bulan, ia rutin mengirimkan produknya ke China dan Korea Selatan sebanyak 300 wayang golek mini.

Adapun untuk pasar dalam negeri, Muadz mampu menjual 200 wayang golek mini per bulan. Dengan harga mulai Rp 100.000 hingga Rp 500.000 per item, saban bulan ia mampu meraih omzet hingga Rp 50 juta.

Endhi Suryadi asal Bandung, Jawa Barat, juga membuat miniatur wayang golek. "Prospeknya lumayan cerah sebab merupakan seni kreatif dan pemainnya masih relatif sedikit," katanya.

Memulai usaha sejak 2008, Endhi tergerak untuk terjun ke bisnis pembuatan miniatur wayang karena tergiur dengan keuntungannya. Selain itu, dia ingin menjaga kelestarian kesenian tradisional Sunda.

Dengan mempekerjakan 20 orang, Endhi banyak memakai tenaga kerja yang memiliki keahlian membuat miniatur wayang golek. "Namun, banyak juga yang masih awam sehingga perlu di-training selama satu bulan dulu," ujarnya.

Endhi mengatakan, untuk membuat satu miniatur wayang golek istimewa, kira-kira membutuhkan waktu paling lama dua minggu. Sementara untuk menghasilkan miniatur wayang golek biasa hanya memerlukan hitungan hari saja.

Harga miniatur wayang golek buatan Endhi mulai dari Rp 10.000 untuk produk gantungan kunci sampai Rp 65.000 untuk ukuran 21 sentimeter.

Tak hanya wayang golek mini, Endhi juga kerap melayani pemesanan wayang golek raksasa dengan ukuran mencapai dua meter. "Sebulan bisa ada dua pesanan wayang golek raksasa yang masuk. Harganya bisa Rp 8 juta hingga Rp 10 juta," katanya.

Ditambah penjualan wayang golek mininya, penghasilan Endhi per bulan mencapai Rp 50 juta. Omzet itu baru dari penjualan produk yang pemasarannya ke seluruh Indonesia.

Soalnya, Endhi juga melego miniatur wayang golek buatannya ke sejumlah negara, seperti Kanada, Jerman, dan Belanda. Khusus wayang golek berukuran jumbo, menurutnya, kalau sudah sampai ke tangan pembeli luar negeri, harganya bisa melonjak hingga Rp 20 juta, tergantung motif dan ukurannya. "Selain unik dan khas Indonesia, orang asing sangat suka dengan ukiran-ukiran wayang bentuk mahkota," katanya.

Kalau Muadz dan Endhi memproduksi miniatur wayang golek, Rusmadi membuat wayang kulit mini. Perajin wayang kulit asal Yogyakarta ini menuturkan, untuk membikin wayang kulit mini dibutuhkan bahan baku berupa kulit sapi perkamen dan kayu jati atau mahoni.

Rusmadi biasa membeli kulit sapi lembaran yang sudah disamak dari sebuah pabrik di Magetan, Jawa Timur. "Setiap bulan saya dipasok satu kuintal. Kalau dulu ayah saya bisa beli sampai satu ton," ungkap Rusmadi yang berguru membuat wayang kulit dari sang ayah tercinta.

Adapun bahan baku kayu jati atau mahoni, didapat Rusmadi dari limbah atau sisa-sisa produksi toko furnitur di Bantul, Yogyakarta. Tokoh-tokoh wayang kulit yang digemari masyarakat adalah Pandawa dan Punakawan, semisal Semar, Petruk, dan Gareng.

Tak hanya wayang kulit mini, Rusmadi juga tetap membuat wayang berukuran standar untuk pergelaran wayang ataupun koleksi.

Proses produksi wayang kulit mini pertama-tama dengan menggambar motif tokoh pewayangan pada lembaran kulit sapi dengan tinggi 30 sentimeter. Kemudian digunting mengikuti pola, baru dicat. Pada sentuhan akhir, batang kayu dipasang di sosok wayang dari bagian leher sampai sekitar lima sentimeter melewati batas bawah wayang.

Kayu-kayu itu juga dijadikan kelir atau layar tempat memainkan wayang. Tinggi kelir 30 sentimeter dengan panjang 40 sentimeter. "Tokoh wayang disusun berhadapan. Di tengah mereka ada gunungan," tutur Rusmadi.

( Ragil Nugroho, Mona Tobing, Gloria Natalia/Kontan)

Selengkapnya...

Mengolah Sampah Menjadi Uang

Tuesday, February 22, 2011

Ibu Kidem (58) tampak serius dengan mesin jahit di hadapannya. Sesekali dia menggunting sisa benang, kemudian kembali menginjak pedal dan mulai menjahit.

Tidak seperti para pejahit yang biasanya menjahit kain untuk dibuat menjadi pakaian, Kidem sedang menjahit potongan-potongan berbagai kemasan produk yang terbuat dari plastik untuk dijadikan tas.

Mendaur ulang sampah kemasan produk berbahan plastik adalah usaha yang baru saja digeluti Kidem. Dia tidak pernah menyangka jika kemasan plastik yang dulu selalu dia buang ternyata bisa diolah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

"Saya mulai mendaur ulang sampah sejak tahun 2008. Merintis dari nol dan waktu itu ada yang mengajarkan dari warga sekitar yang sudah lebih dulu bisa. Iseng aja ikut pelatihan, lalu saya tertarik dan mulai mencoba usaha ini," kata Kidem saat ditemui di Jalan Delima, Kelurahan Malaka Sari, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (21/2/2011).

Bukan proses yang mudah untuk mendaur ulang sampah menjadi produk yang bisa digunakan kembali, butuh waktu hampir seminggu untuk membuat satu buah tas ukuran besar. Menurutnya, sampah kemasan plastik yang dikumpulkan harus dibersihkan terlebih dahulu. Proses pencucian bahan dasar (sampah kemasan plastik) hingga pengeringan memakan waktu empat hari, kemudian bahan dasar dipotong menurut pola yang ingin dibentuk, baru dijahit.

"Kami nyuci-nya gak sembarangan, kami rendam, kucek, dikasih pemutih supaya gak bau. Namanya juga ngambil bahannya dari tempat sampah, jadi harus benar-benar bersih mencucinya," kata Kidem.

Proses menjahit pun tidak mudah, bahan dasar tidak langsung dijahit begitu saja. Untuk membuat tas, dia membutuhkan lebih dari 100 lembar bahan dasar, hal ini dikarenakan untuk satu lembar bahan dasar hanya bisa mendapatkan dua hingga tiga lembar potong pola.

"Itu kalo bahan dasarnya ada, tetapi kadang kita harus menunggu dulu karena tidak semua kemasan plastik cocok, baik dari segi model maupun warna. Oleh karena itu, harus sabar," tutur Kidem yang mengaku mendapatkan bahan dasar dari Koperasi Bank Sampah yang ada di kampungnya binaan Yayasan Unilever Indonesia.

Koperasi Bank Sampah dikelola secara mandiri oleh warga Jalan Delima III. Secara rutin warga mengirimkan sampah yang telah dipilah untuk ditimbang dan dijual. Dari sinilah Kidem mendapatkan bahan dasar untuk usahanya. Selain lebih murah, dia tidak perlu jauh-jauh mencari bahan.

Karena faktor usia, Kidem tidak menjalani usaha ini sendirian, dia mengajak keempat temannya untuk turut bekerja. Biasanya keempat temannya mendapatkan tugas mencuci bahan dasar, mengeringkan, menggambar, dan menggunting pola. Untuk urusan jahit-menjahit diserahkan kepada Kidem.

"Kalo kerja sendirian, saya gak kuat. Pernah sekali dapat pesanam 50 tas, saya kerjainnya dengan teman-teman, itu aja memakan waktu 1,5 bulan," kata Kidem.

Produk daur ulang yang telah jadi bisa memiliki nilai yang lebih tinggi. Harga yang dipatok pun bervariasi, mulai dari Rp 35.000 hingga Rp. 50.000, paling murah Kidem menaruh harga Rp 10.000 dan Rp 150.000 yang paling mahal. Dari usaha ini Kidem tidak mengambil keuntungan banyak, dia hanya meraup keuntungan Rp 25.000 hingga Rp 50.000.

"Nah keuntungan itu saya bagi lagi dengan teman-teman, biasanya sih 60-40. Saya 60 persen, teman-teman saya berempat 40 persen," kata Kidem menjelaskan pembagian keuntungan.

Sempat bekerja di konveksi mulai dari tahun 1986 hingga 1996 membuat ibu yang memiliki enam anak ini tidak kesulitan menggeluti usaha ini. Dari usaha daur ulang sampah ini, Ibu Kidem mampu mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari.

"Anak-anak saya, sih, sudah pada besar dan berkeluarga jadi keuntungan yang saya dapatkan dipakai buat kebutuhan saya dan suami saja, lumayan buat tambah-tambah" ujarnya.

Selengkapnya...

Sosis Tempe Raup Rp 30 Juta Per Bulan

Tempe bisa menjadi bahan dasar sosis. Produk ini sangat cocok bagi vegetarian atau orang yang diet kolesterol. Penjualan pun melimpah karena harga jual yang tentunya lebih murah.

Pengusaha sosis tempe bisa meraup omzet hingga Rp 30 juta per bulan.

Sosis merupakan salah satu produk olahan daging yang memiliki banyak penggemar. Selama ini kita sering mendapati makanan ini berbahan daging sapi atau ayam. Namun, kini bermunculan produk sosis rasa lokal dengan bahan dasar dari tempe.

Sebagai bentuk variasi makanan, tempe bisa juga menjadi bahan baku sosis. Kedelai yang merupakan bahan baku tempe bersifat hidrofolik. Kedelai mampu menyerap dan menahan air, membentuk selaput, membentuk gel, mempunyai daya rekat tinggi, dan bersifat pengental.

Selain itu, Indonesia juga merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Alhasil, sosis tempe juga punya prospek cerah.

Menurut Ayu Safitri, pemilik The Sozzis, kendati tak menggunakan bahan pengawet, sosis tempe buatannya memiliki daya tahan yang lama. Saat pembuatan, sosis tempe juga melalui proses pengasapan. Tujuannya, memberikan cita rasa khas, mengawetkan, menghasilkan produk yang khas, dan mencegah oksidasi.

Nah, setelah dibungkus dengan plastik tipis, sosis tempe dikemas dengan sistem kedap udara. Cara ini untuk menghindari masuknya organisme dan bisa memperpanjang daya tahan sosis. "Sosis tempe menjadi pilihan makanan bergizi tinggi sehingga anggapan tempe sebagai makanan kelas bawah akan terhapuskan," kata Ayu.

Dengan harga jual Rp 2.000 per potong, Ayu bisa menjual 500 potong The Sozzis tiap hari. Alhasil, ia bisa mengumpulkan omzet Rp 30 juta sebulan. Sosis tempe The Sozzis telah tersebar di Yogyakarta, Semarang, Malang, Surabaya, hingga Jakarta.

Selain Ayu, tujuh mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, juga mengembangkan produk sosis tempe. Sejak pertengahan 2009, mereka yang tergabung dalam Pusat Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa membuka Outlet Sehat di Kota Gudeg itu.

Maula Paramitha, salah satu pemilik Outlet Sehat, mengklaim bahwa sosis tempenya sehat karena bebas kolesterol. Sebagai pembungkus sosis, mereka menggunakan adonan telur. Adonan telur itu dikeraskan hingga teksturnya benar-benar menyerupai usus sapi yang sering menjadi kulit sosis. "Jadi, secara keseluruhan benar-benar bebas daging sehingga cocok bagi vegetarian," ujar Maula.

Sosis tempe memang mengincar pasar dari kalangan vegetarian dan konsumen yang sedang berdiet daging. Sama seperti The Sozzis, sosis tempe buatan mahasiswa UGM ini juga berharga Rp 2.000 per buah. (Rivi Yulianti, Ragil Nugroho/Kontan)

Selengkapnya...

Memetik Uang dari Investasi Pohon 'Jabon'

Monday, February 21, 2011

Pilihan investasi sektor kehutanan belum banyak dilirik oleh masyarakat luas. Termasuk investasi menanam pohon jabon. Padahal jika ditekuni, hasil investasi jabon ini tak kalah menggiurkan.

Istilah Jabon mulai familiar dikalangan masyarakat beberapa tahun terakhir. Kepopuleran jabon seakan menenggelamkan pohon sengon yang sebelumnya sudah banyak dikembangkan.

Jabon sering diplesetkan dengan istilah 'jati bonsor' (jabon) yaitu jenis pohon yang mirip jati dengan kemampuan tumbuh yang sangat cepat. Sehingga tak heran jenis pohon ini cocok sebagai pohon yang kayunya bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kayu seperti plywood maupun industri pulp maupun kertas.

Kemasyuran pohon jabon sebagai salah satu pohon yang bernilai ekonomis tinggi, juga telah diakui oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Zulkifli menilai, harga jual kayu jabon bernilai tinggi sehingga cocok untuk investasi masyarakat.

"Satu kubik pohon jabon sekarang harganya Rp 1,6 juta, kalau harga beberapa tahun lagi, pasti lebih mahal," kata Zulkifli akhir pekan lalu.

Zulkifli mengatakan panen jabon bisa dipetik dalam waktu hanya 6-7 tahun paling lama. Selain buat investasi, menanam jabon juga bisa menjadi saran mensukseskan program menanam 1 miliar pohon.

"Pohon jabon ini pionir, dimana-mana banyak terutama di Sulawesi, sebagai tanaman endemik," kata Zulkifli.

Sementara itu Pemimpin Pelaksana Balai Pemeliharaan Tanaman Hutan Jawa Madura Acad Sudrajat mengatakan gambaran kasar investasi pohon jabon sangat menggiurkan.

Ia menuturkan modal bibit jabon siap tanam hanya Rp 2.000-2.500. Sementara dengan perhitungan harga satu kubik pohon jabon Rp 1,6 juta dengan setiap pohon jabon umur 6 tahun bisa diperoleh dua kubik, sudah terbayang berapa margin yang diperoleh si investor.

"Bayangkan saja keuntunganya luar biasa dari modal Rp 2.500 per pohon menjadi Rp 3 juta," kata Acad.

Hal ini pun diakui oleh Direktur Pembibitan Kementerian Kehutanan Bejo Santoso, menurutnya setiap kali panen dalam satu hektar bisa diperoleh perputaran uang hingga Rp 500 juta. Tawaran investasi jabon, kini menurutnya sudah menjadi primadona baru untuk investasi.

"Yang menarik, dari hasil tulisan yang ada hingga kini jabon belum ada penyakitnya. Di Jawa sudah banyak penampungnya untuk industri plywood," kata Bejo.

Acad menjelaskan dengan perhitungan jarak penanaman 3x3 meter, maka setiap hektarnya bisa ditanam 400 pohon. Ia menghitung, nilai ekonomis penanaman jabon bisa diperoleh dari penanaman pohon sedikitnya setengah hektar.

"Lahan tergantung milik sendiri, setengah hektar lumayan 200 pohon pun bisa," katanya.

Dikatakannya, pohon jabon memiliki karakteristik tumbuh baik di ketinggian 0-700 meter diatas permukaan laut. Bahkan kata dia lokasi yang baik jabon sangat tumbuh baik di kawasan lembah.

Menurutnya jabon memiliki dua jenis yaitu jabon merah dan jabon putih, dua-duanya memiliki keunggulan masing-masing. Misalnya jabon merah memiliki karakter kayu yang keras sedangkan jabon putih sebaliknya.

Untuk urusan bibit, Acad menuturkan informasi soal bibit bisa diperoleh di pusat-pusat persemaian yang dibangun kementerian kehutanan. Misalnya pusat persemaian Cimanggis, Depok yang berlokasi di Jalan Raya Bogor.

Acad menambahkan, harga bibit saat ini untuk yang sudah disertifikasi (teruji) Rp 14 juta per Kg sementara untuk yang belum bersertifikat hanya Rp 3-4 juta per Kg. Biasanya dari 1 kg bibit jabon bisa didapat 20 juta benih, namun jika sudah disemai biasanya akan efektif tumbuh hanya kurang lebih 2 juta bibit siap tanam.

Ia menghitung dari 1 Kg bibit yang mencapai 2 juta benih siap tanam, maka setidaknya bisa ditampung untuk luasan lahan 5000 hektar. Dengan perhitungan setiap satu hektar bisa ditanam 400 pohon jabon.

Soal pemasaran, menurut Acad penanaman jabon di wilayah Jawa masih menjanjikan dengan wilayah lainnya. Hal ini karena di Jawa banyak bertebaran industri-industri kayu maupun kertas.

"Sekarang di Jawa sudah banyak di Jawa Tengah, Jawa Timur. Bahkan pembeli banyak yang langsung ke kebon dari pihak pabrik maupun bandar kayu. Jabon bisa dipakai untuk bahan baku pabrik kertas, plywood, bahan pertukangan," katanya.

(hen/qom)
Selengkapnya...

Rumah Walet : Tambang Baru Mendatangkan Keuntungan Besar

Wednesday, February 16, 2011

Suara mesin pengaduk semen menderu di lahan rawa tepi jalan raya Trans-Kalimantan yang menghubungkan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dengan Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sejumlah pekerja bangunan sibuk menyelesaikan gedung berlantai tiga, yang enam bulan terakhir dikebut agar cepat selesai.

Kecuali pintu di bagian bawah, tidak ada satupun cendela pada gedung semen setinggi 10 meter itu. Yang ada hanya puluhan lubang-lubang berbentuk silin der dengan tutup kasa. Lubang itu berfungsi sebagai fentilasi sekaligus media untuk pengatur suhu dan kelembaban di dalam ruangan.

Gedung baru yang dibangun menghabiskan dana Rp 300 juta itu akan menjadi tambang baru untuk mengeruk duit bagi pemiliknya. Jika beruntung, dalam hitungan bulan, burung-burung walet akan segera masuk dan membangun sarang.

Beberapa bulan terakhir setidaknya ada tiga bangunan walet baru muncul di jalan Transkalimantan, tepatnya Desa Beringinl, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito K uala. Hingga saat ini total ada sekitar tujuh bangunan walet yang berdiri dalam radius satu kilometer. Bentuknya pun terkesan lebih megah dibanding rumah-rumah warga yang ada di sekitarnya.

Heri, salah satu kontraktor, Sabtu (12/2/2011), menuturkan dirinya diminta membuatkan rumah walet oleh seseorang warga Banjarmasin. Satu bangunan rata-rata selesai dalam waktu tujuh bulan. Kalau dipaksa cepat, dalam setahun Heri bisa membangun dua rumah walet berukuran cukup besar.

Menurut Heri membangun rumah walet tidak mudah. Diperlukan perhitungan matang, terutama untuk mengatur suhu dan kelembaban ruangan. Karena itu, selama proses pembangunan Heri tidak mengijinkan orang luar masuk, meski itu hanya untuk sekadar melihat-lihat. "Jadi ada triknya," ujarnya.

Ternyata tidak hanya bentuk bangunan saja yang megah. Salah satu rumah walet di daerah itu bahkan dicat hijau pada bagian luarnya, sehingga nampak indah. Tidak hanya itu, salah satu rumah walet di tengah kota Kuala Kapuas, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, misalny a, sengaja diberi pendingin udara (air conditioner). Perlengkapan lainnya yang tidak boleh dilupakan adalah pagar dan bangunan khusus untuk penjaga yang akan bertugas siang malam.

Namun begitu tidak semua rumah walet dibuat megah dan berbagan semen. Khaidir Rahman, pemain walet baru memiliki rumah walet yang terbuat dari papan pada bagian luar. Semen hanya ditempelkan pada bagian dalam saja. Meski terbuat dari campuran kayu dan semen, menurut warga Gunungsari, Banjarmasin ini, bangunan rumah walet seperti itu diperlukan dana Rp 50 juta.

Itu belum termasuk perlengkapan suara (sound system) untuk memancing walet. Ada dua jenis sistem suara, yakni suara dalam ruangan dan luar ruangan yang bunyinya gemericit memekakkan telinga. Fungsi sistem suara ini tiada lain untuk memancing agar walet liar mendekat dan membangun saran di bangunan itu.

"Ada juga alat pengatur suhu dan kelembaban. Harganya masing-masing Rp 300.000. Ini penting. Jika tidak ada, maka suhu dalam ruangan tidak bisa diatur. Akibatnya, walet tidak akab betah di dalam dan akan pergi mencari tempat lain yang cocok," ujar Khaidir.

Saat ini usaha rumah walet di Kalsel memang sedang naik daun. Keberadaannya pun bagaikan cendana di musim hujan. Bangunan baru yang rata-rata memiliki ketinggian setara rumah tiga lantai tidak hanya ditemukan di pinggiran kota, tapi juga di pelosok rawa-rawa, seperti di Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Keberadaan bangunan tinggi di rawa ini begitu mencolok jika dilihat dari perahu.

Pengusaha walet yang juga pendiri Asosiasi Petani Walet Banjarmasin Geman Yusuf mengatakan saat ini setidaknya ada 300 rumah walet di Banjarmasin. Melihat jumlahnya yang cukup besar inilah, menurut German perlu sebuah peraturan daerah (perda) untuk mengatur keberadaanya. Alasannya, jang an sampai rumah-rumah walet menganggu pemandangan, terutama di dalam kota.

"Sejauh ini, kan, yang ada baru di Banjarmasin. Di Sampit (Kalteng) itu juga banyak petani walet, namun sampai saat ini tidak ada perda. Mungkin, karena pejabatnya juga punya usaha walet, sehingga dipandang tidak perlu," ujar Geman.

Maraknya usaha walet di Kalsel tidak lepas dari keuntungan yang diperoleh. Saat ini harga satu kilogram sarang walet untuk kelas terendah mencapai Rp 6 juta rupiah dan Rp 13,5 juta untuk kelas yang super. Padahal, pemilik rumah walet ukuran besar yang beruntung bisa memanen puluhan kilogram sarang walet dalam sekali panen.

Pasaran sarang walet tidak sulit. Ada pengepul asal Jakarta yang siap datang sewaktu-waktu jika ditelepon. Dari Jakarta sarang-sarang walet itu kemudian dikirim ke sejumlah negara, salah satunya Hongkong sebagai bahan sup sarang burung.

Selengkapnya...

Mencecap Usaha Es Krim yang Maknyuss

Camilan beku berbahan dasar susu ini memang banyak peminatnya. Seiring dengan citra produk yang makin umum untuk semua usia, para pemain bisnis baru di usaha es krim pun makin banyak bermunculan.

Mereka pun mengaku persaingan kian sengit. Karena itu, inovasi rasa dan patokan harga murah menjadi strategi untuk menggapai pasar yang lebih luas.

Melalui tulisan ini, KONTAN mencoba mengulas bisnis es krim dengan membandingkan kondisi saat kami wawancara setahun lalu dengan perkembangannya sekarang.

• Mr Cool

PT Mudamas Intan Samudera mulai menawarkan waralaba Mr Cool sejak September 2009. KONTAN pernah meliputnya pada Juli 2010.

Saat itu, sudah berdiri ratusan gerai yang tersebar di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Di tiap kota juga berdiri agen yang berfungsi sebagai master franchise.

Meski kini jumlah master franchise belum bertambah, jumlah mitra di tiap kota terus meningkat. "Rata-rata ada lima mitra baru di tiap kota," kata Adhitya Susilo, Marketing Mudamas Intan Samudera tanpa memerinci.

Bahan dasar es krim ala Mr Cool berbentuk bubuk instan dalam kemasan dengan metode water injection. "Produk es krim ini dibuat dalam bentuk bubuk instan agar mudah dan murah dalam pendistribusiannya," ujar Adhitya.

Biaya kemitraan Mr Cool cukup murah, yakni cukup dengan Rp 1,05 juta saja. Mitra akan mendapatkan paket perdana sebanyak 10 pak bahan baku es krim. Bahan baku sebanyak ini bisa menghasilkan 2.400 bungkus es krim.

Selain itu, mitra juga akan memperoleh fasilitas dua buah alat suntik air dan satu alat pengelem plastik. Sementara itu, peralatan seperti freezer atau kulkas harus disiapkan sendiri oleh mitra.

Karena menggunakan konsep kemitraan, Mr Cool tidak mengenakan biaya tambahan apa pun. Tak ada franchise fee maupun royalty fee. Namun, selama menggunakan merek dagang itu, mitra usaha wajib membeli bahan baku dari Mudamas Intan Samudera. Pengiriman akan dilakukan sebulan dua kali.

Balik modal diperkirakan dalam waktu dua bulan. "Namun, belum memperhitungkan investasi peralatan produksi," ujar Adhitya. Asumsinya, mitra mampu menjual 100 bungkus per hari.

Mudamas Intan mematok harga setiap bungkus es krim Mr Cool Rp 437. Mitra menjual ke konsumen sebesar Rp 1.000 per bungkus. Dari harga tersebut, mitra mendapat margin lebih dari 50 persen.

• Baltic Ice Cream

Produk es krim merek Baltic Ice Cream berbeda dengan produk es krim merek lain. Semua bahan bakunya bersifat alami. Misalnya, Baltic Ice Cream selalu memakai susu sapi murni sehingga tekstur es krimnya lembut, tapi tak cepat lumer.

Baltic Ice Cream menawarkan tiga jenis kemitraan. Yakni, bentuk booth, mini kafe, dan kafe. Saat KONTAN mengupas tawaran kemitraan Baltic Ice Cream pada Mei 2009, jumlah gerai mereka baru ada di empat lokasi di seputaran Jakarta dan Tangerang, yakni di Kramat Raya, Meruya, Cibubur, dan BSD City. Rata-rata omzet gerai-gerai itu Rp 102 juta sebulan.

Sejak membuka sistem waralaba April 2009, perkembangan bisnis Baltic Ice Cream cukup baik. Lantaran namanya sudah dikenal, mereka pun berhasil menjaring lima terwaralaba baru.

Dengan sistem waralaba, investor juga punya kewajiban membayar biaya royalti sebesar 5 persen dari total omzet saban tahun. Adapun, investasi awal usaha ini Rp 75 juta. Investasi awal ini sudah termasuk franchise fee Rp 25 juta untuk lima tahun.

Dari biaya investasi ini, terwaralaba akan mendapatkan perlengkapan pembuatan es krim, seperti freezer, booth untuk usaha, dan bahan baku pembuatan es krim. Selain menjual es krim, Baltic Ice Cream juga membolehkan para mitra untuk menjual kopi, teh, bahkan kentang goreng di rombongnya.

Dalam hitungan Baltic Ice Cream, terwaralaba bisa balik modal dalam waktu 10 bulan. Ini dengan asumsi mitra mampu menjual sekitar 80 hingga 125 cup es krim yang harganya mulai Rp 6.000 hingga Rp 10.000 per cup. "Jika omzet per hari Rp 1 juta, mereka bisa balik modal kurang dari setahun," kata Janto Tan, Manajer Pemasaran Baltic.

Namun, mitra barunya di Radio Dalam, Jakarta Selatan, mampu meraup omzet per bulan sebesar Rp 150 juta. Sedangkan, omzet Baltic pusat di Meruya, Jakarta Barat Rp 250 juta sebulan.

Hanya, hingga saat ini, Baltic Ice Cream belum memutuskan untuk memperluas waralabanya ke daerah luar Pulau Jawa. "Kami masih fokus menggarap di Jabodetabek," ujar Janto.

• Revo Es Krim

Pertumbuhan yang baik terlihat dari waralaba es krim PT Revo Indonesia. Lantaran menyasar pasar kelas menengah ke atas, Hendra Barokah, pemilik Revo Es Krim, mengaku usahanya bisa berkembang sangat cepat.

Sejak awal berdiri pada 2008 dan mulai menawarkan waralaba Mei 2009, Revo Es Krim lebih fokus di pasar ini dengan menawarkan harga jual mulai Rp 2.500 hingga Rp 6.000. Kurang dari setahun, gerai mereka bertambah menjadi 125 outlet dan tersebar di seluruh Jabodetabek.

Usaha ini hanya bermodalkan booth kecil sebagai tempat berjualan. Peralatannya juga tak beda dengan gerai usaha minuman lain, yakni teko listrik, shaker minuman, termos, freezer, penyimpan es, serta es krim.

Konsepnya cukup sederhana, calon mitra cukup menyediakan tenaga kerja serta tempat berusaha. Khusus untuk tempat, Hendra menyarankan agar mitra memilih tempat-tempat yang ramai dilalui orang. Seperti mal, pasar, lokasi sekitar kampus, kantin perkantoran, stasiun kereta api, serta terminal bus.

Menurut Hendra, lokasi menjadi faktor penentu keberhasilan bisnis ini. "Harus dekat dengan tempat bermain anak-anak dan orang tua yang menunggunya," ujarnya.

Mitra tentu harus menyetorkan modal sebagai pengganti biaya peralatan, perlengkapan usaha, dan bahan baku, serta pelatihan pembuatan minuman. Adapun modal awal Revo Es Krim mencapai Rp 7 juta. Khusus untuk bahan baku selanjutnya, mitra harus membeli di Revo Es Krim pusat. "Bahan dasar kami berbeda dan tidak dijual di tempat lain," tegas Hendra.

Revo Es Krim berani menjamin mitra bakal balik modal dalam waktu minimal dua bulan. Dengan catatan, mitra bisa menjual es krim minimal 50 hingga 60 cup per menu atau sekitar 150 sampai 200 cup sehari. Hebatnya, dalam menjalankan usahanya, Hendra tidak membutuhkan promosi besar-besaran. "Lebih mengandalkan promosi antarmitra saja," ujar dia.

Agar promosi dari mulut ke mulut efektif, Hendra menawarkan hadiah Rp 500.000 serta potongan 20 persen dari pembelian bahan baku saban bulan bagi mitra yang berhasil mengajak investor.

Ketika KONTAN terakhir meliput Revo pada Juni 2009, ada 65 calon terwaralaba yang mengajukan tawaran. "Saat ini sudah ada tambahan 50 waralaba," ujarnya. Mereka tersebar di Jabodetabek, Riau, Palembang, dan Medan.

Menurut Hendra, perkembangan waralabanya lebih diakibatkan harga es krimnya terjangkau tapi kualitasnya tak kalah. "Karena secara umum, daya beli masyarakat cenderung melemah dua tahun belakangan," ujarnya.

Selengkapnya...

Berkat Kotoran Sapi, Raup Rp 110 Juta

Friday, February 11, 2011

Kotoran sapi tidak hanya bermanfaat sebagai bahan baku utama kompos, tetapi bisa juga menjadi bahan baku pembuatan gerabah, batu bata, dan kerajinan tangan. Syammahfuz Chazali sudah membuktikan dan menjadi tambang emasnya. Ia meraup omzet Rp 110 juta per bulan.

Siapa yang tidak jijik melihat kotoran sapi? Tapi, tak banyak orang menyangka, kotoran ini punya banyak manfaat. Tidak hanya sebagai bahan baku pupuk kompos, tapi juga aneka kerajinan tangan dan batu bata.

Di tangan Syammahfuz Chazali, kotoran sapi bisa menjelma menjadi perkakas rumah tangga, batu bata, dan bermacam kerajinan tangan atau handicraft.

Melalui PT Faerumnesia 7G, Syam, panggilan akrab Syammahfuz Chazali, saban bulan memproduksi 75 hingga 100 gerabah, 500 batu bata, dan ratusan jenis kerajinan tangan, seperti lampu aladin, vas bunga, guci, serta tempat makan. Harga gerabah dan kerajinan tangan mulai Rp 100.000 hingga Rp 750.000 per item. Ia pun sanggup meraih omzet Rp 110 juta per bulan.

Atas prestasinya mengembangkan usaha dengan bahan baku kotoran sapi, pria 26 tahun ini menyabet juara satu Social Venture Competition tingkat dunia di Universitas Berkeley, Amerika Serikat, tahun 2009 lalu.

Prestasi ini sangat membanggakan. Selama 10 tahun ajang itu digelar, belum pernah ada tim perguruan tinggi dari luar negeri Paman Sam yang sukses menggondol juara pertama dan berhak atas uang sebesar 25.000 dollar AS.

Syam yang lulusan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada mulai menekuni bisnis berbasis kotoran sapi sejak 2006. Awalnya, dia sekadar ingin mengikuti perlombaan kreativitas di kampusnya. Apalagi, ia melihat kotoran sapi selama ini belum terkelola dengan baik.

Padahal, banyak peternakan yang berada di daerah pemukiman yang limbahnya tidak terkelola dengan benar. Tentu saja, ini akan menjadi sumber pencemaran lingkungan berupa bau tak sedap yang dapat mengundang lalat yang kemudian akan menyebarkan kotoran tersebut.

Selain pencemaran udara, kotoran sapi juga bisa menimbulkan pencemaran air. Soalnya, banyak kotoran sapi yang dibuang begitu saja ke sungai oleh para peternak. Lagi-lagi, tentu saja, pencemaran tersebut bisa menimbulkan beragam penyakit.

Berangkat dari situ, Syam kemudian mencari tahu lebih banyak mengenai kandungan kotoran sapi melalui pelbagai literatur. Akhirnya, ia menemukan, dalam setiap 1 kilogram kotoran sapi terdapat kandungan silika sebesar 9,6 persen. Silika merupakan suatu senyawa yang bisa diolah menjadi bahan baku untuk gerabah dan batu bata.

Syam pun berkonsultasi dengan para dosennya dan pihak-pihak lain yang berkecimpung di dunia pengolahan limbah hewan mengenai kelanjutan bisnis berbasis kotoran sapi. "Waktu itu, tidak sedikit yang meragukan peluang bisnis ini," ungkap Syam.

Beragam eksperimen ia lakukan. Dengan kegigihan dan konsistensinya, usaha Syam mulai berbuah hasil. Bahkan, banyak orang menilai, produk batu bata dan gerabah buatannya lebih halus, ringan, dan kuat.

Proses pembuatannya juga tidak begitu rumit. Kotoran sapi cukup dicampur dengan tanah keras dan ditambahkan formula bio-aktivasi berupa faerumnesia. Kemudian, biarkan selama dua sampai tiga minggu hingga berbentuk seperti tanah liat.

Fungsi formula faerumnesia adalah meningkatkan kadar silika dalam kotoran sapi sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku. Formula ini juga berfungsi untuk menghilangkan aroma tidak sedap dari kotoran sapi tersebut.

Setelah berbentuk tanah liat, bahan ini bebas dibentuk sesuai keinginan. Apakah mau dibentuk batu bata, gerabah, maupun kerajinan tangan. "Satu ton limbah sapi bisa untuk membuat 500-900 batu bata," kata Syam.

Prosesnya juga sama dengan pembuatan gerabah pada umumnya, mulai dari pembentukan, penjemuran, pembakaran, hingga penyempurnaan. Begitu juga waktu yang diperlukan dari proses pembentukan, penjemuran, pembakaran hingga penyempurnaan, juga sama, hanya satu setengah bulan.

Menurut Syam, bahan baku dari olahan kotoran sapi mampu bertahan pada suhu 1.000 derajat celsius.

Saat ini, Syam sudah memasok produk gerabah, batu bata, dan kerajinan bikinannya hampir ke seluruh Indonesia. Untuk kerajinan tangan, permintaan paling banyak dari wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kebanyakan pembeli mencari sebagai pajangan di dalam rumah atau untuk suvenir. "Untuk produk lampu aladin, artis Dorce dan Wulan Guritno merupakan konsumen kami," ujar Syam bangga.

Produk kerajinan tangan buatan Syam siap menembus pasar ekspor. Akhir 2010 lalu, ada pengusaha asal Belanda yang tertarik untuk bekerja sama. Pengusaha ini menyatakan, olahan kotoran sapi juga bisa sebagai isolator sehingga tahan untuk empat musim.

Syam sudah mulai mengirimkan beberapa produknya ke negeri kincir angin tersebut sebagai sampel. Jika kerja sama tersebut berjalan lancar, ia akan mulai secara rutin mengekspor produknya dalam jumlah besar.

Dengan meningkatkan promosi dan pemberian informasi yang benar kepada masyarakat luas, Syam yakin bisnis berbasis kotoran sapi ini akan terus memberikan keuntungan. Prinsip utamanya adalah mengubah masalah menjadi sebuah keuntungan. "Sambil mengurangi limbah, kita juga bisa meraih keuntungan yang menjanjikan," ujarnya.

Promosi menjadi penting lantaran satu-satunya hambatan para konsumen adalah mereka masih ragu dengan aroma yang tidak sedap yang akan muncul dari produk-produk berbahan baku kotoran sapi.

Padahal, seluruh pelanggan produk-produk buatan Sam sudah tegas-tegas menyatakan, hasil olahan limbah sapi itu benar-benar sudah terbebas dari bau tak sedap. Toh, masih ada orang yang ragu dan tidak percaya.

Kini, selain aktif mempromosikan melalui internet, Syam juga kerap ikut pameran skala nasional maupun internasional. Syam bahkan sudah mempromosikan produk-produknya di China dan Australia. (Rivi Yulianti/Kontan)

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/02/01/1359150/Berkat.Kotoran.Sapi.Raup.Rp.110.Juta

Selengkapnya...

Lezatnya Laba Bebek Bakar Khas Aceh

Thursday, February 10, 2011

Anda ingin menjajal kelezatan ayam dan bebek bakar khas Aceh? Silakan datang ke Cikendak Ayam Bebek Bakar. Tapi, gerai ayam dan bebek bakar ini baru ada di Langsa dan Banda Aceh saja.

Itu sebabnya, Zulfikar pemilik Cikendak Ayam Bebek Bakar yang membuka usaha sejak Januari 2010 menawarkan kemitraan, agar makin banyak orang yang makan ayam dan bebek bakar khas Aceh buatannya itu.

Selain ayam dan bebek bakar, Cikendak Ayam Bebek Bakar juga menyajikan menu lain, yakni bebek goreng crispy dan lada hitam. Selain itu, Cikendak juga menyediakan menu seafood, seperti kepiting lada hitam dan udang cabai, serta masakan Eropa dan China semisal capcai.

Cikendak Ayam Bebek Bakar juga menawarkan paket hemat yang terdiri dari ayam atau bebek bakar, nasi, dan minuman. Harga paket ayam bakar Rp 15.000, sedangkan bebek bakar Rp 19.000. Supaya pembeli tidak bosan, tiap bulan, Zulfikar akan melahirkan menu-menu baru.

Nah, bagi Anda yang ingin menjadi mitra Cikendak Ayam Bebek Bakar, Zulfikar menawarkan dua paket kemitraan. Pertama, paket resto dengan investasi awal Rp 75 juta. Dalam paket ini, Zulfikar tidak memungut biaya waralaba, tapi dia mengenakan profesional fee sebesar Rp 4 juta untuk konsultasi sebelum pembukaan gerai, meliputi rencana anggaran, desain, rekruitmen, dan pelatihan.

Karena Cikendak Ayam Bebek Bakar mempunyai banyak menu, pegawai yang dibutuhkan juga banyak. Yaitu, satu koki, dua asisten koki, tiga pelayan, satu juicer, satu pembakar, dan satu pelayan.

Setelah restoran milik mitra dibuka Zulfikar akan rutin mengecek perkembangan usaha melalui telepon. Dia juga akan mengunjungi mitra satu bulan sekali.

Kedua, tipe gerobak dengan investasi awal Rp 15 juta untuk gerobak kayu dan Rp 25 juta untuk gerobak besi. Mitra harus membeli bumbu rahasia dari Zulfikar Rp 18.000 per kilogram. Tiap bulan, ia juga memungut royalty fee. "Besarnya kurang dari 5 persen, kita akan melihat keadaan mitra dulu untuk persisnya" katanya.

Mukhlisin, satu-satunya mitra Cikendak yang berlokasi di Banda Aceh, mengatakan, meski usia usahanya kurang dari sebulan, tiap hari ada 100 orang yang datang. Dia pun bisa mengantongi pendapatan antara Rp 2,2 juta hingga 3 juta per hari. "Tiap minggunya omzet saya naik, karena makin lama makin banyak orang yang tahu," ujarnya. Lokasinya memang strategis, dekat Universitas Syah Kuala. (Dharmesta/Kontan)

Selengkapnya...

Warung Roti Bakar Beromzet Ratusan Juta

Monday, February 7, 2011

Bisnis roti bakar memang sudah biasa. Namun, belum tentu bisa bertahan lama. Madtari merupakan salah satu warung roti bakar yang cukup tua. Sejak 1999 hingga kini, Madtari masih memiliki pelanggan setia di Dago. Meski cuma warung roti bakar, Madtari bisa mencetak omzet ratusan juta.

Roti Bakar Edi boleh saja menjadi pilihan anak muda Jakarta menyantap roti di malam hari. Tapi di Bandung, Madtari bisa dibilang menjadi pilihan pertama untuk melahap roti bakar.

Madtari mengklaim sebagai roti bakar satu-satunya di Kota Kembang yang menggunakan selai blueberry. Menu roti spesial dengan campuran selai blueberry, kacang, dan taburan meses coklat membuat rasa roti bakar terasa asam manis.

Tidak hanya itu, rasa gurih dan asinnya didapat dari taburan keju yang menutup seluruh tumpukan roti. Pilihan lain adalah rasa roti keju susu dengan pelbagai macam pilihan rasa, seperti susu, coklat, kacang, dan roti rasa asin. Roti bakar rasa asin, yakni, roti dengan serutan keju pada tumpukan roti yang telah dibakar dengan taburan garam.

Makin larut malam, makin ramai pula pengunjung roti bakar Madtari di Jalan Dr. Oten 11, Dago. Salah satu kelebihan nongkrong di Madtari, selain santapan roti bakarnya, parkir dan tempatnya yang luas. Tidak perlu takut kehabisan tempat. Tak hanya memanfaatkan garasi gedung kuno berarsitektur gaya Belanda, setiap ruangan atau kamar telah disulap dengan kursi-kursi panjang berikut dengan meja. Tapi, dekorasi Madtari memang terbilang minim, tidak ada yang istimewa di warung roti bakar yang telah berdiri sejak tahun 1999 ini.

Menurut Manajer Madtari David Maidy, konsep layaknya warung kopi tetap dipertahankan. "Konsep seperti inilah yang membuat para pengunjung betah," kata David. Ia menambahkan, Madtari yang telah tiga kali berpindah tempat sudah terkenal sebagai roti bakar rakyat di Bandung.

Maksud roti yang merakyat: harga murah dan tempat yang apa adanya di pinggir jalan. Tengok saja, harga aneka roti mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 13.000 untuk menu spesialnya. Bosan dengan santapan roti, pisang bakar bisa jadi pilihan.

Pisang dibakar kemudian dilumuri selai sesuai selera dan tentu saja sebagai ciri khas dari Madtari, yaitu taburan kejunya. Harga pisang mulai dari Rp 6.000 hingga Rp 10.000 per porsi. Jika malam telah tiba dan udara kian dingin, santapan yang lebih hangat kerap menjadi pilihan.

Misalnya saja, mi instan dengan telur plus minuman yang dapat menghangatkan tenggorokan. Wedang jahe kencod boleh jadi pilihan karena sudah pasti, selain dapat menghangatkan tubuh, juga mampu mengusir pusing. Harganya sudah pasti aman di kantong, mulai Rp 5.000 sampai Rp 11.000.

Menyasar konsumen kalangan pelajar dan mahasiswa sebagai pelanggan, Madtari sukses meraup untung yang cukup wah. Setiap hari, Madtari menghabiskan 500 kg pisang dan 200 tangkup roti.

Di bulan biasa, omzet Madtari mencapai Rp 150 juta per bulan. Ketika musim libur, Madtari mampu mencapai omzet Rp 200 juta. Pendapatan yang besar ini didukung dengan pelayanan prima selama 24 jam.

"Meski makin banyak roti bakar di Bandung tapi Madtari tetap menjadi pilihan karena kami melayani dengan sungguh-sungguh." tutur David yang setahun belakangan ini mengaku, bisnis roti bakar kepunyaan pamannya ini kian pesat setelah berpindah tempat.

Dua cabang Madtari lainnya berlokasi di Dago, tepatnya Jalan Teuku Umar dan Jalan Suci. David bilang, tahun ini, Madtari hendak ekspansi ke Tasikmalaya. (Mona Tobing/Kontan)

Selengkapnya...

Inilah Filosofi Bisnis Orang Tionghoa

Friday, February 4, 2011

Masyarakat Tionghoa di Indonesia terkenal jago berbinis. Pada umumnya, bisnis mereka tergolong berhasil. Lantas, apa yang membuat bisnis mereka sukses?

Seorang pengusaha Tionghoa, Nyoto Suhardjoyo, mengatakan, kiat bisnis seorang Tionghoa sangat bertalian dengan filosofi atau gaya hidup mereka.
Dalam berusaha, kata Nyoto, orang Tionghoa cenderung rajin dan ulet.

"Contohnya, perantau China yang ada di mana-mana, saat merantau tidak membawa apa-apa, hanya baju dan celana, tetapi kerap akhirnya berhasil? Karena rajin," katanya dalam pameran "Gerakan Kewirausahaan Nasional", Jakarta, Kamis (3/2/2011).

Selain itu, pengusaha Tionghoa, lanjut Nyoto, senantiasa hidup sederhana dan hemat. Mereka memegang peribahasa "Liang Ru Er Chu" yang artinya pengeluaran disesuaikan dengan pemasukan.

Pengusaha China pun, lanjut Nyoto, selalu berusaha menjaga kepercayaan pelanggan ataupun rekan bisnisnya. "Kepercayaan, itu modal untuk dijaga. Kalau seseorang tanpa kepercayaan, kariernya habis. Apalagi dalam perdagangan," katanya.

Terakhir, menurut Nyoto, yang menjadi kunci sukses orang Tionghoa dalam berbisnis adalah menggunakan kebaikan hati atau jujur.


Selengkapnya...

Sukses Berternak Bebek Ala 'Dewa Duwe Duck'

Thursday, February 3, 2011

Anda ingin sukses terjun di bisnis peternakan bebek? Sukses yang direngkuh Dewa Gede Putra Darmada ini mungkin bisa menjadi salah satu inspirasi Anda. Semua orang pun sepertinya bisa melakukan karena modal sangat minim dan bisa mengantarkan anda menjadi peternak bebek yang sukses.

Adalah Dewa Gede Putra Darmada, pemuda kelahiran Gianyar, Bali 21 September 1984 yang memulai usaha berternak bebek (Bali) sejak tahun 2009 dan kini sudah berhasil menangguk sukses. Dewo panggilan akrab Dewa Gede, mengatakan, untuk sukses dibisnis ini tidak lah susah, yang penting kata dia seorang peternak harus senang lebih dahulu dengan bebek sehingga punya rasa memiliki terhadap bebek.

Sesuai dengan nama bendera usahanya Dewa Duwe Duck yang berarti Dewa Punya Bebek, Dewo berhasil menjadi penyuplai bebek potong di wilayah Gianyar Bali dan sekitarnya. Bisnis usahanya hanya dimulai dari modal Rp 50.000 saja.

"Sejak awal saya memang senang dengan bebek, saya selalu senang melihat bebek," kata Dewo kepada detikFinance beberapa waktu lalu.

Dewo yang memang punya keluarga usaha pemotong hewan, awalnya cuma iseng-iseng membeli 10 ekor bebek anakan seharga Rp 30.000, lalu ia juga membeli konsentrat seharga Rp 20.000 untuk pakannya.

Walhasil tak disangka, bebek peliharaannya tumbuh kembang dengan cepat, dalam tempo 2 bulan ia berhasil memanen hasil jerih payahnya seharga Rp 500.000. Semenjak itu lah, ia semakin bersemangat memutar uangnya, yang akhirnya membawanya menjadi penyuplai 1200 ekor bebek per bulan di wilayah Bali dengan omset puluhan juta per bulan.

"Margin dibisnis bebek itu sekali panen bisa berlipat-lipat," kata Dewo yang merupakan salah satu peserta wirausaha Mandiri itu.

Ia kini sudah memiliki 4 buah kandang dengan masing-masing ukuran 4x6 meter, dimana setiap kandang bisa menampung 500 ekor bebek. Setiap dua minggu sekali ia mendatangkan bibit dari Badung Bali, sehingga panen bebek ia bisa lakukan setiap seminggu sekali.

Untuk urusan kandang, Dewo punya tips bagi yang mau memulai usaha bebek, yaitu usahan disiapkan kolam kecil di areal kandang untuk keperluan bebek mandi setiap harinya.

Hal ini penting agar kondisi bebek bisa terus bersih dan tak berbau. Mengenai bau, Dewo juga punya tips jitu agar kandang bebeknya tak mengganggu tetangga sebelah.

Syaratnya setiap pemberian pakan pagi dan sore, ia mencampurkan daun pepaya secukup agar kotoran bebek tak berbau. Daun pepaya juga berkhasiat membuat daging bebek akan lebih empuk jika dimasak, meskipun ia mengingatkan porsinya diberikan secukupnya karena daun pepaya memiliki rasa pahit yang tinggi.

Mengenai pakan bebek, selama ini ia hanya mengandalkan pakan bebek dari sisa makanan nasi restoran disekitarnya yang ia dapatkan cuma-cuma. Selain itu, yang terpenting harus ada campuran sayur yang bisa diperoleh dari sisa-sisa di pasar plus dicampur gedebong (pelepah) pisang yang dicacak yang sudah direbus.

"Berdasarkan pengalaman saya, bebek itu unggas yang tahan penyakit, dikasih makan apa saja mau. Tingkat kematiannya pun jauh dibawah 10%," katanya.

Untuk tetap menjaga kesehatan bebek terhadap penyakit yang sering menimpa bebek seperti flu, Dewo juga punya tips ampuh untuk mengobati bebek dari flu yaitu dengan memberikan campuran daun mengkudu dalam adonan pakan bebek.

"Berdasarkan hitungan saya biaya produksi untuk satu ekor bebek hingga panen termasuk karyawan hanya Rp 14.000," imbuhnya.

Ia juga menuturkan berternak bebek begitu menggiurkan, khususnya di Bali banyak masyarakat yang masih berternak bebek hanya sambilan yang hanya dijual ke pengumpul. Sementara konsep yang ia kembangkan adalah berternak bebek secara total dengan tidak melepas bebek namun dikandangkan dalam jumlah besar sehingga tingkat pertumbuhannya sangat cepat.

"Kalau saya langsung pasarkan ke konsumen seperti restoran, pecel lele, rumah makan, pendeta dan lain-lain," ujar Dewo.

Bahkan kata Dewo, jika dibandingkan berternak ayam, dari sisi harga, harga bebek cenderung tidak pernah turun dengan harga jual yang cukup bagus. Saat ini ia menjual bebeknya bervariatif, misalnya bebek dibawah 1 Kg dengan usia satu bulan khusus untuk pecel lele dijual Rp 25.000-30.000 per ekor, umur 2 bulan dijual Rp 35.000, hingga paling besar dijual Rp 60.000 per ekor untuk usia 3 bulan keatas.

"Terus terang saja, saya sekarang kewalahan meladeni permintaan, di wilayah Ubud saja permintaan pasar 1000 ekor per hari. Saya baru bisa suplai 100,"kata pemuda lulusan S-1 Peternakan Kampus Marwa Dewa ini.

Lewat keuletan dan keseriusannya ini, ia kini menikmati bisnisnya yang terus berkembang. Setidaknya ia sudah mandiri membangun kandang senilai Rp 14 juta di pekarangan rumahnya, bahkan Dewo sudah memiliki kendaraan mobil pick up sendiri untuk menopang kegiatan usahanya.

Intinya kata dia berbisnis ternak tidak lah susah, jika ada kemauan pasti bisa sukses. Untuk urusan modal, ia telah membuktikan bahwa memulai bisnis tak melulu merogoh kocek tebal.

"Dengan pakan sampah, kita menghasilkan produksi yang tinggi. Berternak tak selamanya pakai dana besar," tutur pengusaha muda usaha Mandiri yang memiliki 6 karyawan ini.

Potensi pasar bebek menurutnya tidak hanya di Bali saja, dibanyak daerah termasuk di Jawa peluang ini selalu ada. Permintaan terhadap bebek khususnya untuk sajian restoran terus meningkat.

Khusus untuk di Bali, bebek selain digunakan untuk pangan di restoran, bebek sering dipakai untuk pengganti angsa sebagai keperluan ibadah para pendeta Hindu. Terutama bebek putih, yang melambangkan kesucian terkait dengan Dewa Brahma.

Bagaimana mau mencoba, ternak bebek ala Dewo?

Dewa Duwe Duck
Dewa Gede Putra Darmada
Jl. Ida Bagus Mantra
Br. Pabean, Ketewel, Sukawati, Gianyar, Bali.


(hen/qom)
Selengkapnya...

Mencicipi Laba Es Krim Rendah Kolesterol

Pernah mencoba es krim rasa jahe? Jika belum, tidak ada salahnya mengunjungi stan es krim rendah kolesterol (Renko) di pameran "Gerakan Kewirausahaan Nasional", UKM Convention Center Smesco, Jakarta, Rabu (3/2/2011).

Selain rasanya unik, es krim Renko juga dinilai dapat menurunkan kolesterol sehingga menyehatkan.

"Untuk kesehatan memang bagus, rendah kolesterol dan gulanya pakai gula buah (gula fruktosa)", ujar Agus, petugas penjual es krim Renko.

Selain rasa jahe, Renko juga menyediakan rasa herbal lain, seperti rasa jeruk kalamanci, akar alang-alang, dan mahkota dewa. "Rasa apa saja yang herbal bisa kami buatkan," kata Agus.

Di samping itu, Renko juga tersedia dalam rasa moka, cokelat, dan stroberi. "Karena basic-nya (dasar) kesehatan. Jadi es krim supaya anak-anak makanannya juga bisa sehat," katanya.

Satu porsi Renko dengan cone kecil dijual seharga Rp 2.000. Jika ingin memesan porsi besar, kata Agus, Renko rasa jahe dalam tabung es krim sekitar 4 liter dihargai Rp 150.000.

Berdasarkan pengamatan Kompas.com, stan Renko cukup diminati pengunjung, baik anak-anak maupun dewasa. Mereka penasaran dengan konsep es krim herbal dan rasa jahe.

Menurut Agus, es krim Renko merupakan hasil usaha kecil menengah (UKM) bernama Yayasan Mahkota Dewa. Selain Renko, Yayasan Mahkota Dewa memproduksi makanan herbal lainnya seperti Teh Sehat Goebat (gula batu) dan Waroeng Kopi Loewak.

Es krim Renko juga merupakan produk waralaba yang mendapat sertifikat halal, SNI, Food Safe, dan HACCP. Nilai investasi awal waralaba Renko, menurut Agus, sebesar Rp 5.000.000.

Dengan biaya tersebut, pembeli merek waralaba akan mendapat perlengkapan es krim, bahan es krim, bonus sirup Renko, dan pelatihan pembuatan es krim Renko. Tertarik?

Selengkapnya...